watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Piala bergilir

Dengan naik taksi aku menuju ke Club Deluxe,
seorang GM telah menunggu di depan lobby saat
taxiku berhenti.
"Cepat mereka udah lama menunggu" sapanya
sambil menggandengku menuju salah satu ruangan
VIP.
Ada 5 orang berada di dalam, anehnya tidak ada
seorangpu Purel yang menemani mereka.
"Ini dia bidadari kita" celetuk salah seorang dari
mereka saat melihatku memasuki ruangan
"Wow sayang sekali aku tak bisa ikutan" sahut
lainnya
"Aku setuju" teriak lainnya tanpa aku tahu apa
maksudnya
"Setujuu" yang lain mengekor seperti suara di
gedung DPR.
"Oke semua telah setuju jadi kamu bisa tinggal dan
temani mereka" kata si GM, aku masih tak tahu
maksudnya, jadi kuturuti saja seperti kerbau dicocok
hidungnya.
Satu persatu aku diperkenalkan, tentu saja tak
semua nama bisa kuingat satu persatu tapi untuk
saat ini apalah arti sebuah nama, toh aku belum tahu
apa maunya mereka. GM itu hanya memberitahu
bahwa aku di-booking selama 3 malam, mulai
kamis-Sabtu, hanya malam sampai pagi ditambah
Minggu siang-sore, akan ada permainan, hanya
itulah pesannya, justru itu yang membuat aku
penasaran. Mereka saling berceloteh, saling
mengolok temannya.
Beberapa lagu telah mereka lantunkan dengan suara
yang tak terlalu sedap didengar telinga, satu demi
satu mereka mengajakku dance, bergiliran kulayani
mereka melantai diiringi lagu slow yang tak karuan
iramanya. Bisa ditebak bagaimana mereka melantai
denganku, semua hampir sama kelakuannya,
memelukku erat sehingga buah dadaku menempel
di tubuhnya, mencium pipi dan leherku, meremas
pantatku dan sebagainya, semua kulayani dengan
senyuman manja karena aku masih tidak tahu siapa
yang akan meniduri dan menikmati tubuhku kelak,
jadi semua kuperlakukan sama.
Malam semakin larut, masih juga belum ada tanda
tanda acara ini berakhir dan aku belum mendapat
kepastian siapa yang harus tidur denganku malam
ini diantara mereka. Akhirnya Pak Ade yang paling
muda memberitahu aturan permainannya, mereka
adalah anggota klub golf dari Jakarta yang besok ada
turnamen di Finna, Bukit Darmo Golf dan Ciputra.
Dari keempat orang yang ada di ruangan ini, siapa
yang mendapat score best net di hari itu berhak
mendapat piala bergilir semalam, yaitu aku, begitu
juga di hari selanjutnya sampai hari minggu.
"Nggak ada masalah kan?" tanya Pak Ade menutup
penjelasannya.
Aku diam terkejut tak tahu bagaimana harus
bersikap, seharusnya si GM itu memberitahu
permainan ini terlebih dahulu, apalagi melibatkan
banyak orang seperti ini. Kalau aku menolak tentu
akan mengecewakan banyak orang, kalau aku
terima, sebenarnya tidak ada masalah cuma agak
tersinggung dengan si GM karena mengaturku
seenak kemauannya sendiri.
"Kalau kamu keberatan ya nggak apa apa, kita cari
yang lain, nggak masalah kok" lanjut Pak Ade
melihat diamku.
"Eh enggak, nggak apa kok, aku sih oke oke saja"
jawabku
"OK gentlemen, kita akhiri acara ini karena besok tee
off jam 6.30 pagi, jadi tidak ada alasan kurang tidur
kalau kalah" kata Pak Ade pada rekan rekannya
"Dan Lily menjadi milik sang juara besok malam
hingga pagi, terserah mau diapain" lanjutnya dan
dijawab "setujuu" serentak seraya berdiri dan
meninggalkan kamar VIP itu.
Pukul 11 kami semua meninggalkan Club Deluxe,
meskipun malam ini tak ada yang kulayani tapi argo
sudah jalan, itulah kesepakatannya.
"Besok jam 7 malam kamu sudah siap di Hotel
Mercure (sekarang Sommerset kalau nggak salah)"
pesan si GM sebelum taxiku berangkat mengantarku
pulang.
Hari Pertama
Keesokan harinya berjalan seperti biasa, aku tak
terlalu memikirkan siapa yang akan meniduriku
malam ini, toh percuma saja berharap karena
bagiku mereka seperti tamuku lainnya.
Siangnya aku masih menerima tamu, bahkan dua,
beruntunglah tamuku yang kedua tinggal di Hotel
Mercure, jadi dari pada mondar mandir, dia kuberi
"bonus" free extra time sambil menunggu jam 7
malam, tentu saja dia tidak keberatan mendapat
bonus itu meskipun tidak tahu alasannya, Paling
tidak bisa mendapatkan satu babak tambahan
setelah 2 babak kami bercinta.
Jam 18:40 kutinggalkan tamuku menuju lobby, aku
tak berani menunggu di lobby, disamping memang
bukan kebiasaanku juga karena khawatir ketahuan
tamu terakhirku tadi, maka kutunggu panggilan
mereka di mobil. Belum habis Marlboro putihku, si
GM menelpon dan memintaku langsung memintaku
bergabung dengan mereka di restoran hotel itu,
begitu tahu aku udah berada di tempat parkir.
Ternyata mereka sudah lengkap mengelilingi
makanan yang sudah terhidang di atas meja. Suara
celotehan terdengar saat aku bergabung dengan
mereka. Untunglah tak banyak tamu di restoran itu,
jadi aku tak perlu terlalu khawatir dikenali orang
yang pernah mem-bookingku, hanya tamuku
terakhir tadi yang kukhawatirkan.
Selama makan, pembicaraan mereka hanyalah
seputar permainan golf tadi siang, banyak istilah
yang tak kumengerti, seperti birdie, par, boogy,
green, rough, best net, gross, handycap dan istilah
lain yang sama sekali asing bagiku.
Hingga selesai makan aku masih tidak tahu siapa
yang akan meniduriku pertama kali, tapi aku tak
peduli siapapun yang akan tidur denganku karena
aku tidak dalam posisi untuk memilih. Kucoba
menerka siapa laki laki yang "beruntung" itu, tapi
terlalu sulit karena antara pemenang dan pecundang
semua berwajah ceria, tak ada kesedihan tampak di
raut muka mereka.
Akhirnya Pak Bambang berdiri dan mengulurkan
tangannya padaku.
"Sorry guys, aku permisi dulu, I have many thing to
do" katanya sambil menggandeng tanganku
meninggalkan rekan rekannya diiringi celoteh
godaan, ternyata dialah pemenang di hari pertama.
Bergandengan tangan kami menuju kamar Pak
Bambang, dia bukan yang paling tua diantara rekan
rekannya tadi tapi termasuk yang di-tua-kan karena
usianya memang diatas 50-an, kutaksir sekitar 55
tahun, hampir 2 kali usiaku. Tak ada yang istimewa
pada diri Pak Bambang, kulitnya yang kehitaman
karena terbakar matahari akibat sering main golf,
kumisnya yang tebal dengan beberapa uban
menghiasi kepalanya.
Sesampai di kamar tanpa banyak basa basi dia
langsung mendekapku dari belakang dan menciumi
tengkukku. Aku menggeliat geli, tangannya sudah
berada di dada dengan remasan remasan nakal.
"Bapak nakal deh, sini aku lepasin ."
Belum selesai aku bicara dia langsung menutup
mulutku dengan bibirnya dan melumat habis,
lidahnya berusaha menembus rongga mulutku,
segera kusambut pula dengan lidahku. Kami
berciuman sambil saling melucuti pakaian hingga
telanjang habis, seperti sudah tidak sabar untuk
segera menikmati tubuhku.
"Sejak kemarin aku sudah ingin melakukan ini"
katanya sambil merebahkanku ke ranjang
"Kenapa nggak bilang dari kemarin, kan aku bisa
menyelinap kemari" jawabku sambil tersengal
mendapat kuluman darinya
"Nggak boleh, itu sudah aturan, bisa bisa aku dipecat
kalo ketahuan" lanjutnya terus mendaratkan bibirnya
di putingku.
Tubuhnya yang agak gendut menindihku sambil
menciumi seluruh tubuhku sejauh dia bisa
menjangkau dengan bibirnya. Terasa agak berat aku
menahan tubuhnya dan semakin berat saat dadanya
menggenjet dadaku, sesak napas dibuatnya. Tapi
rupanya dia salah menterjemahkan sengalan
napasku, dikira aku sudah benar benar terangsang
oleh foreplaynya padahal pemanasannya jauh dari
cukup bagiku untuk terangsang.
"Gimana? Udah nggak tahan? Kita masukin aja ya"
bisiknya lembut sok gentleman.
Aku hanya tersenyum, kubuka kakiku lebar saat dia
mulai mengusapkan kejantanannya di liang
vaginaku, agak susah, mungkin karena vaginaku
belum basah.
"Sini aku basahin dulu" kataku sambil memberi
isyarat supaya dia bergeser ke arah kepalaku dan
bisa kukulum penisnya, segera tubuhnya
mengangkang di atas, kusambut dengan jilatan dan
kuluman pada kejantanannya.
Beberapa saat aku mengulumnya, kemudian
berganti ke posisi 69, saling menjilat dan
mengulum, membuat vaginaku basah dengan
cepat. Sudah menjadi kodratku, sebenci dan
semuak apapun aku sama seseorang tapi kalau dia
berhasil menjilati vaginaku, apalagi ternyata begitu
pintar, maka dengan sedikit berimajinasi pastilah
cairan kewanitaanku keluar dengan sendirinya.
Perlahan lahan Pak Bambang mendorong
kejantanannya memasuki liang kenikmatanku, penis
ketiga di hari itu yang menikmati hangatnya surga
dunia milikku. Dia menatapku tajam dengan sorot
mata penuh nafsu seakan ingin menelanku bulat
bulat, senyumnya menyeringai bak srigala lapar
menatap korban yang sudah tidak berdaya dalam
cengkeramannya. Dia menelungkupkan tubuhnya di
atasku, memelukku rapat sambil menciumi leher
dan bibirku seiring dengan mulainya gerakan
mengocok penisnya. Kocokan pelan dan dalam
membuat bulu kudukku merinding karena geli
bercampur nikmat, aku sendiri heran tak pernah
merinding begini saat melayani tamu, irama
permainan apapun kulayani baik romantis, pelan
maupun keras menjurus liar sejauh tidak menyakiti
secara fisik, kalau secara mental sih sudah terlatih
untuk menerimanya segala jenis "penghinaan dan
perendahan martabat" sejauh berhubungan dengan
pekerjaanku, dan bukan tentang pribadiku.
Desahan Pak Bambang mengiringi desahan
kenikmatanku, hembusan napasnya yang tersengal
mengenai wajahku saat kocokannya mulai berubah
cepat, pantatnya turun naik menekan kuat, klitorisku
serasa tergesek benda keras kejantanannya.
Sodokan demi sodokan begitu dia nikmati, sebentar
saja keringat sudah membasahi wajahnya, kuusap
lembut dengan tanganku, seperti mengusap wajah
Papaku yang sedang berkeringat, beberapa sempat
menetes di wajahku. Kudorong tubuhnya menjauh
karena terasa semakin berat menindihku, membuat
napasku ikutan tersengal, tapi justru dia mencabut
penisnya dan telentang disampingku, menarikku ke
pelukannya.
Mungkin karena lelah menahan berat badannya
sendiri, karena staminanya sudah tak muda lagi,
padahal permainan belum 5 menit tapi terasa begitu
lama. Kini posisiku di atas, kucium bibirnya sembari
menuntun penisnya kembali memasuki vaginaku,
kembali aku dalam dekapannya saat kocokannya
menghunjam tajam, kuatur posisi pantatku hingga
kejantanannya menggeser klitoris, dengan posisi
begini akulah yang pegang kendali. Kulawan dengan
goyangan pantat setiap kali penisnya meluncur
masuk, aku melepaskan diri dari dekapannya,
dengan begini lebih bebas bergerak melakukan
improvisasi demi kenikmatan tamu dan sedikit
bagiku.
Tubuhku mulai turun naik di atasnya, tangan Pak
Bambang meremas remas buah dadaku penuh
nafsu diiringi desahan kenikmatan kami berdua.
Kurobah gerakanku, dari turun naik menjadi
berputar di atas penisnya, sesaat kulihat Pak
Bambang merem melek menikmati perubahan
gerakanku, tangannya makin keras mencengkeram
buah dadaku, vaginaku sendiri terasa diaduk aduk
penisnya yang tidak terlalu besar, rata rata, tapi
sekeras batu. Kupermainkan dengan otot otot
vagina yang memeras kejantanannya, dia makin
melayang tinggi dan makin cepat mencapai klimaks.
Tubuhku ditarik kembali dalam dekapannya tapi aku
menolak, aku ingin menikmati wajah wajah tua
dalam kenikmatan sexual tertinggi yang tidak
mungkin bisa dia dapatkan setiap saat apalagi di
rumah.
Beberapa detik kemudian kurasakan semprotan
sperma yang kuat menghantam vaginaku, diiringi
jeritan kenikmatan dari Pak Bambang, aku teriak
kaget tak menyangka begitu kuat denyutannya, lima
enam tujuh delapan denyutan yang hebat
melandaku disusul denyutan kecil lainnya, mengisi
vaginaku dengan cairan hangat sperma. Aku
ambruk tak lama kemudian dalam pelukannya,
meskipun tidak ikutan orgasme tapi kuatnya
semprotan itu begitu nikmat terasa, napasnya
menderu kuat ditelingaku, seperti orang yang
sehabis lari marathon.
"Ugh, lebih satu minggu aku tak melakukan ini"
katanya pelan sambil membelai rambutku setelah
dia berhasil mengatur nafasnya normal.
"Emang ibu kemana?" tanyaku lancang.
"Dia lagi ke luar kota, biasa kegiatan kelompok ibu
ibu" jawabnya masih mengelus elus rambutku.
"Wah ibu pasti puas dengan permainan Bapak
seperti ini, bisa KO dia apalagi lidah Bapak pandai
sekali bermain di bawah" aku memuji dan semakin
berani bertanya karena beliau juga tidak
mengalihkan perhatian ke pembicaraan lain, berarti
tidak keberatan.
"Ah enggak, dia membenci permainan oral, tapi
masih hebat di ranjang, maklum usia kami cukup
jauh, dia kan 44 sedangkan aku sudah 56"
Pembicaraan kami berlangsung cukup lama
mengenai keluarganya, terkadang dia memuji
kehebatan istrinya bahkan menyanjungnya, aku jadi
tambah bingung, dari pembicaraan itu sebenarnya
tak ada alasan untuk selingkuh mencari wanita lain
tapi tetap saja dilakukannya sebagai selingan hidup,
masak makan sayur asem terus, itu alasan klasik
yang selalu di ucapkan lelaki, dasar laki laki, dimana
saja ternyata sama hanya kemasannya saja yang
berbeda.
Handphone-nya berbunyi, rupanya dia memang
sudah menunggu makanya ditaruh HP itu di
ranjang. Tanpa memintaku turun dari tubuhnya dia
terima telepon itu.
"Ya sayang, enggak lho Mama kan ke Bandung
sama ibu ibu sekarang Papa ada di Surabaya
sayang, nggak bisa, kamu bilang saja sama tantemu
ntar Papa akan ganti sampai minggu iya, senin aja
deh, malam sayang"
Aku hanya diam saja mendengar pembicaraannya,
ternyata dari anak perempuannya yang sedang
kuliah di Yogja, berarti hanya sedikit lebih muda
dariku. Beberapa saat kami saling membisu,
penisnya sudah keluar dari vaginaku, kurasakan
cairan sperma menetes keluar. Akhirnya aku turun
dari tubuhnya, kubersihkan kejantanannya dengan
tisu yang ada di samping ranjang, baunya begitu
menyengat, lalu kutinggalkan ke kamar mandi
membersihkan sperma yang ada di vaginaku.
Jam menunjukkan pukul 9:35 malam ketika aku
keluar kamar mandi selesai mandi, kulihat Pak
Bambang sudah duduk di sofa sudah mengenakan
celana dalamnya, perutnya kelihatan semakin buncit
dengan posisi duduk seperti itu.
Kubuatkan 2 cangkir teh dari mini bar, kuhidangkan
ke depan beliau dan aku langsung duduk di
pangkuannya dengan sikap manja.
"Besok main dimana lagi Pak?" tanyaku sambil
bergelayut di lehernya.
"Bukit Darmo, dekat sini aja, jadi nggak perlu buru
buru berangkat jam 5 kayak tadi pagi kalo ke Finna"
"Terus besoknya lagi?"
"Ke Ciputra, tapi cuma 18 hole supaya bisa selesai
siang dan sang juara punya waktu untuk menikmati
hadiahnya sebelum pulang ke Jakarta flight terakhir"
Aku banyak menanyakan istilah golf yang kudengar
tadi, dan dengan penuh kesabaran dia menerangkan
aturan aturan dasar permainan golf, termasuk arti
istilah itu dan cara penilaiannya diselingi ciuman
ringan pada leher dan dadaku. Sebagian kupahami
tapi tidak sedikit yang terlupakan, maklum begitu
banyak pelajaran yang kuterima dalam waktu
singkat, ditambah lagi tangan Pak Bambang yang
selalu rajin menjamah tubuhku sambil
menerangkan tadi. Tubuhku sudah merosot di
antara kakinya setelah dia selesai menjelaskan
tentang golf, handuk penutupku telah lama
melayang ke ranjang, giliran aku membuktikan one
in hole pada permainan lain, bukan hole in one. Pak
Bambang melihat sambil mendesis ketika penisnya
meluncur keluar masuk mulutku sembari mengelus
mesra rambutku.
"Udah udah, ntar aku kebablasan" katanya lalu
berdiri menuntunku ke ranjang.
Aku telentang pasrah menanti cumbuannya, tapi dia
malah membalik tubuhku dan memintaku pada
posisi merangkak. Vaginaku terbuka lebar
menghadapnya, mengundang menanti kehangatan
penisnya mengisi liang sempitku, dia tidak langsung
memasukkan penisnya tapi menciumi pantat dan
vaginaku terlebih dahulu. Kembali kurasakan
gerakan penuh perasaan saat penisnya masuk
menyusuri dinding dinding vaginaku, begitu pelan
hingga kurasakan seperti suatu perjalanan panjang
menembus lorong lorong kenikmatan. Aku mulai
mendesah ketika Pak Bambang mengocokku
dengan iramanya yang berkombinasi cepat dan
pelan, sesekali diselingi sodokan keras mendadak
yang membuatku menggeliat kaget.
Kocokan demi kocokan, remasan demi remasan
dan desahan demi desahan mengiringi permainan
kami yang sama sama berusaha merengkuh
kenikmatan duniawi, terlupakan sudah pembicaraan
tentang istrinya saat aku masih dalam pelukannya
tadi, terlupakan sudah permintaan anaknya yang
ada di Jogja, kami berusaha untuk saling memberi
kenikmatan. Tak lebih 5 menit kemudian Pak
Bambang kembali menggempur vaginaku dengan
denyutan denyutan nikmat, jeritanku beriringan
dengan jerit kenikmatannya, dan dia langsung
ambruk menindih tubuhku yang sudah tengkurap di
ranjang. Desah napasnya menderu hebat
ditelingaku, kubiarkan sejenak sebelum kuminta
turun karena aku tak bisa bernapas.
Akhirnya kami tertidur berpelukan dalam keadaan
telanjang tak lama kemudian, dia tak berani tidur
terlalu malam karena besok masih harus
mempertahankan piala kemengangannya.
"Aku harus mempertahankan kamu di kamar ini
besok, jadi perlu istirahat yang banyak untuk jaga
kondisi" pesannya sebelum terlelap.
Hari Kedua
Kami terbangun oleh morning call keesokan
paginya, jam masih menunjukkan pukul 5 pagi,
terlalu pagi bagiku untuk bangun tapi aku tak bisa
menolak. Untuk mempersingkat waktu kami mandi
bersama, dia menolak ketika kupancing untuk
bercinta di kamar mandi.
"Ntar loyo dan nggak bisa menang, kita lakukan saja
ntar sore, janji, makanya doakan aku menang"
katanya penuh optimis bisa mempertahankan
"pialanya".
Pukul 6:35 kami sudah berada di Coffe shop,
ternyata mereka sudah lengkap menunggu
kedatangan Pak Bambang.
"Ini dia sang juara bertahan, sudah biasa kalo juara
bertahan datang belakangan" goda Pak Ade.
Mereka hanya memesan bubur ayam atau
sandwich, sekedar mengisi perut sebelum
bertanding. Sering kulihat mereka memandangku
dengan pandangan yang aneh seakan
menelanjangiku, entah apa yang ada dalam
pikirannya, mungkin juga mereka membayangkan
apa yang telah Pak Bambang lakukan pada gadis
yang seusia anaknya ini, tapi aku tak peduli, toh
pandangan seperti itu sudah sering kali kualami.
Akhirnya mereka meninggalkan "Piala Bergilir"
sendirian di hotel, untuk diperebutkan kembali pada
hari kedua. Pak Bambang sempat mengecup kedua
pipiku dihadapan rekan rekannya sebelum masuk ke
mobil. Sepeninggal mereka, aku kembali ke tampat
kost melanjutkan tidurku yang terpotong. Aku sama
sekali tidak memikirkan siapa yang akan memiliku
pada hari kedua ini, toh siapa saja dari mereka
bagiku sama saja.
Pukul 11 pagi aku sudah keluar dari tempat kost, hari
ini aku sudah menerima dua booking-an, pertama di
Palm Inn dan nanti jam 2 siang ke Hotel Novotel di
daerah Dinoyo. Kupacu mobilku menuju Palm Inn
di kawasan Mayjen Sungkono, tempat yang
terpencil, ideal bagi laki laki yang selingkuh. Para
room boy yang sudah hapal dengan mobilku
segera berlarian menyambut kedatanganku, mereka
sudah hapal kegemaranku yang selalu mencari
kamar yang di pojok karena kamarnya lebih bagus
dan luas, soal tarip yang lebih mahal bukanlah
urusanku karena tamuku selalu membayar harga
kamar tanpa banyak tanya.
Limabelas menit aku menunggu kedatangan
tamuku, kuminta salah seorang Room Boy yang
sudah cukup akrab kukenal untuk menemaniku
sebentar, dari dia aku tahu selama ini banyak tamu
yang mencari aku atau GM yang menanyakan
nomer HP-ku, tentu saja aku tak mau berhubungan
dengan GM kelas teri yang banyak beredar di tempat
tempat seperti itu, bukan kelasku. Akhirnya tamuku
datang juga setelah rokok ketiga habis kuhisap,
kuminta Room Boy tadi memindahkan mobilku ke
tempat yang sejuk dan memasukkan mobil tamuku
ke garasi yang aman tertutup.
Tamuku ini adalah salah seorang pelanggan tetapku,
jadi sudah seperti teman yang sudah lama.
Sebenarnya lebih enak melayani pelanggan seperti
ini, sudah sama sama tahu irama permainannya,
jadi tak perlu menebak kemauannya, semua
berjalan alamiah tanpa ada keterpaksaan, bahkan tak
segan untuk mencoba sesuatu yang baru, entah
berasal dari fantasi atau dari melihat film.
Namun demikian bukan berarti menghadapi tamu
baru tidak ada enaknya, justru seninya terletak pada
cara membaca gaya permainan mereka, sensasinya
jauh lebih tinggi.
Kuhabiskan hampir 1.5 jam untuk 2 babak
percintaan dengan tamu pertamaku, seperti sudah
menjadi perjanjian tak tertulis bahwa untuk Short
Time berlangsung minim 2 babak, jarang yang
kurang atau lebih. Tidak terlalu melelahkan karena
tiap babak tidak lebih dari 10 menit, itu sudah rata
rata, hanya beberapa saja bisa dihitung dengan jari
yang bisa bertahan setengah bahkan lebih satu jam
nonstop atau bahkan semalaman hingga pagi.
Dengan alasan ingin istirahat, aku tinggal lebih lama
di kamar itu setelah tamuku pergi. Kuhubungi GM
yang mengatur dengan tamu keduaku untuk
ketemu sekarang, lima menit kemudian dia
menyatakan persetujuannya. Setelah ganti baju dan
pakaian dalam (aku sudah terbiasa membawa 3-4
set baju dan pakaian dalam di mobil), mobilku
meninggalkan Palm Inn meliuk liuk disela kemacetan
jalanan Surabaya menuju Hotel Novotel.
Jam 1 lebih dikit mobilku sudah memasuki pelataran
parkir hotel, kutuju kamar yang disebutkan GM tadi,
kulewati kolam renang di depan kamar kamar yang
menyerupai cottage, tak ada orang yang berenang
di siang hari seperti ini. Tamuku kali ini adalah lagi
lagi seorang chinese, usianya sekitar 48 tahun,
tubuhnya ceking dengan kacamata minus
menghiasi wajahnya, terlihat begitu kolot, aku jadi
teringat pada salah satu tamuku pada saat awal
awalku di Hilton, saking kolotnya sampai sampai dia
mengenakan celana kolor, bukan celana dalam pada
umumnya (bagi pembaca yang mengikuti ceritaku
sejak awal pasti mengetahuinya). Tanpa
membedakan bentuk fisik yang ada, kulayani dia
sama seperti tamuku lainnya, kecuali kalo ganteng
dan aku benar benar menyukainya, maka ada
pelayanan yang lebih karena aku juga ingin
memperoleh kenikmatan darinya.
Mula mula dia menggumuli tubuhku, menciumi
seluruh organ intim yang ada, tapi dia selalu
menolak setiap kali kucoba memasukkan penisnya
ke vaginaku. Aku bingung karena tak tahu maunya,
akhirnya kusadari bahwa dia ingin kukulum hingga
mencapai klimaks, meskipun tak pernah terucap tapi
dari pengalaman aku bisa membaca kemauannya.
Tanpa kesulitan yang berarti aku bisa membuatnya
orgasme dalam waktu 5 menit permainan oral,
kuusapkan penisnya pada kedua buah dadaku dan
dia tersenyum puas.
Babak selanjutnya berlangsung 20 menit kemudian,
dia hanya bertahan mengocokku pada 3 menit
pertama, selanjutnya aku diminta melakukan oral
hingga keluar seperti sebelumnya, ternyata perlu
waktu lebih lama untuk membikinnya orgasme
kedua dengan oral. Sebagai seorang profesional
tentu saja aku tak boleh cepat menyerah, berdasar
pengalaman, kutambah rangsangan dengan
mengelus elus dan menjilati kantong bolanya, dan
ternyata effektif, beberapa saat kemudian dia
menggapai klimaks dan menyapukan di wajahku
saat penisnya berdenyut, memuntahkan sedikit
cairan ke mukaku. Kuterima amplop coklat berisi
uang pembayaran jasaku dan kumasukkan ke tas
Eigner.
Matahari masih bersinar terang saat aku keluar dari
Hotel Novotel, masih lama sebelum ke Hotel
Mercure, paling tidak ada waktu 4 jam lagi.
Kuarahkan mobilku menuju Tunjungan Plaza,
sekedar belanja baju, pakaian dalam dan lingerie,
aku paling senang koleksi pakaian dalam dan lingerie
yang sexy karena akan menunjang langsung
penampilanku di mata tamu.
Kuhabiskan uang hasil pembayaranku tadi untuk
membeli beberapa potong kebutuhanku dan
parfum, ternyata masih tidak cukup, hingga aku
harus menggunakan credit card. saat aku memilih
pakaian dalam, HP-ku berdering, dari GM yang
mengatur acara di Mercure, dia memintaku datang
jam 4 langsung ke Shang Palace di Hotel Shangri La,
aku iyakan saja, berarti waktu shoppingku
berkurang, tinggal kurang dari 2 jam lagi. Lima
menit kemudian HP-ku kembali berdering, dari salah
seorang tamu langganan lainnya, dia minta aku
menemaninya nanti malam, tentu saja kujawab
nggak bisa karena sudah ada janjian dengan
seseorang. Dia memohon seperti orang yang mau
mati kalau tidak tidur denganku, tapi komitmentku
harus kujaga apalagi dengan bookingan paket
seperti ini, jelas uangnya jauh lebih besar
dibandingkan yang hanya semalam, terpaksa
kutolak ajakan nginapnya.
"Aku lagi di TP ini kalau mau sekarang aja di HT"
jawabku bergurau dengan mengajaknya di Hotel
Tunjungan yang hanya bersebelahan dengan TP.
Diluar dugaan dia setuju dan segera meluncur.
"Oke, 15 menit lagi ketemu di Lobby" jawabnya
langsung menutup teleponnya.
Giliran aku yang bingung karena tidak menyangka
dia akan setuju, segera kubayar semua belanjaanku
dan bergegas menuju HT dengan jalan kaki.
Sebenarnya waktu yang tersisa masih lebih dari
cukup untuk melayaninya, tapi karena aku harus
berada di Shangri La jam 4 nanti tentu waktunya
sangat mepet, namun aku sudah terlanjur buat janji
maka terserahlah apa kata nanti. Kutitipkan barang
belanjaanku di Concierge yang sudah aku kenal,
karena seringnya berkunjung ke hotel itu, dan
kutunggu si Joni, nama tamuku, di Lobby. Dia
datang tak lama kemudian karena memang kantor
atau tepatnya tokonya di Kedung doro.
Setelah dia check in dan kuambil barang belanjaanku
di concierge, kami menuju kamar hotel.
Kamipun melakukan gerak cepat, tanpa kata kata
setibanya di kamar langsung berciuman sambil
saling melucuti pakaian. Kami bercinta di atas karpet
di depan pintu, hanya beralaskan handuk, aku tak
peduli jika desahan nikmatku terdengar dari balik
pintu karena kocokan dia memang begitu nikmat,
apalagi setelah melayani 2 tamu tanpa orgasme.
Karena sudah terbiasa dengan Joni, akupun tak
segan untuk memintanya dalam berbagai posisi,
masih tetap di atas karpet. Akhirnya aku
mendapatkan orgasme darinya secara bersama
sama, jeritanku begitu keras menggema, seakan
menumpahkan segala perasaan yang terpendam
sejak tadi.
Babak kedua kami lakukan di atas ranjang 15 menit
kemudian, kali ini berlangsung cukup lama,
mungkin 30 menit atau lebih tapi terasa begitu cepat
karena kami sama sama melakukannya dengan
penuh gairah. Tak kuhiraukan dering teleponku yang
berbunyi nyaring, aku tahu itu pasti dari si GM.
Akhirnya akupun terkapar setelah 2 kali orgasme
menyusulnya. Masih sempat kuhabiskan sebatang
Marlboro sebelum aku mandi.
Aku terkejut ketika melihat jam, ternyata sudah
pukul 4 kurang 10 menit, tak mungkin aku bisa
sampai di Shangri La tepat waktu, rupanya aku
terlalu terlena dalam ayunan kenikmatan Joni.
Meskipun dia agak kecewa karena harus check out
cepat cepat tapi dia bisa memahami keadaanku,
setelah berganti kaos dan pakaian dalam yang baru
saja kubeli tadi, kamipun keluar kamar dan check
out sama sama.
Diperjalanan kuhubungi GM-ku dan minta maaf
karena ketiduran, dia sedikit marah dan minta aku
segera meluncur. Jam 4.20 aku sudah berada di
lobby Shangri La, langsung turun ke Chinese Resto.
Mereka sudah mulai makan tanpa menunggu
kehadiranku, sepertinya dari Ciputra mereka
langsung kemari. Aku minta maaf atas
keterlambatanku tapi rupanya mereka tak terlalu
mempersoalkan, akupun segera duduk bergabung
dengan para golfer itu. Ketika kulirik ke arah Pak
Bambang, terlihat raut kekecewaan di wajahnya,
sepertinya dia harus merelakan Pialanya jatuh ke
pelukan laki laki lain. Siapa? inilah yang aku tidak tahu
dan baru kuketahui sesaat sebelum masuk kamar
nanti, seperti kemarin. Kali ini sedikit banyak aku bisa
mengikuti pembicaraan mereka karena ajaran dari
Pak Bambang kemarin, tapi masih saja tak bisa
menebak siapa pemenangnya di hari kedua.
Selesai makan kami kembali ke Hotel, Pak Ade ikut di
mobilku, sepanjang jalan kucoba memancing siapa
pemenangnya tapi dia tidak memberi jawaban pasti,
jadi aku masih harus menunggu lebih lama. Pak
Ade menggandengku memasuki Lobby hotel, aku
yakin dialah pemenangnya, ternyata salah, dia
menyerahkanku ke Pak Bambang, berarti dia dapat
mempertahankan kemenangannya, berlima kami
memasuki Lift.
"Pak Napitupulu, kuserahkan piala bergilir ke anda,
tapi mungkin besok akan kurebut kembali" kata Pak
Bambang menyerahkanku ke rekannya, Pak Napit,
bagitu panggilannya adalah pemenang dihari kedua.
Pak Napit menyalami Pak Bambang dan menerima
uluran tanganku, dikecupnya kedua pipiku seperti
sang juara yang mencium piala kemenangan. Kami
semua tertawa dan tepuk tangan di dalam Lift.

Kamar Pak Napit berseberangan dengan Pak
Bambang, selintas kulihat Pak Bambang melihat
kami saat masuk ke kamar, seperti tak rela pialanya
di ambil alih si juara baru.
"Kamu santai aja dulu aku mau telepon ke Jakarta"
katanya dengan dialek batak yang kental
Sepuluh menit dia menelepon ke rumah, sepertinya
sebuah keluarga yang "bahagia", aku membuat dua
cangkir teh hangat.
"Biar nggak mengganggu lagi nanti" katanya setelah
menutup HP-nya.
Pak Napit adalah orang yang paling senior diantara
mereka, usianya beberapa tahun lebih tua dari Pak
Bambang, mungkin 62-63 tapi wajahnya yang keras
terlihat masih segar dan kelihatan lebih muda dari
rekannya itu, apalagi postur tubuhnya yang langsing
dan terjaga.
Pak Napit melepas kaos dan celananya,
meninggalkan celana dalam dan kaos singlet.
"Lho kok belum dilepas, apa perlu aku lepasin"
tegurnya sambil menyalakan Dji Sam Soe
kreteknya.
Aku jadi malu sendiri.
Dia membantuku melepas kaos yang baru aku beli
tadi, begitu juga dengan celana Jeans-ku.
"Wah bagus betul body kamu, apalagi bikini yang
kamu pakai, bisa bisa aku tak bisa bangun lagi besok
pagi" komentarnya setelah melihat tubuhku yang
terbungkus bra merah berenda semi transparan.
Dialek bataknya begitu kental terdengar lucu seperti
pelawak yang sedang naik panggung.
Kami duduk bersebelahan di sofa menghadap TV
yang kebetulan di channel Star Sportnya
menayangkan PGA Tournament, aku belum bisa
melihat indahnya permainan itu, tidak seperti sepak
bola atau tinju yang begitu menarik. Sembari
nonton dan memberi komentar, tangannya tak henti
menjelajah seluruh tubuhku, terutama bagian paha
selalu dielus elusnya, entah disadari atau tidak.
Akupun membalas dengan elusan yang sama.
"Ah kau bikin aku tak bisa konsentrasi melihatnya"
katanya saat tanganku meremas remas
kejantanannya yang sejak dari tadi tegang.
Dimatikannya TV itu dengan remote control,
perhatiannya sekarang tercurah padaku.
Pak Napit merebahkanku di ranjang setelah terlebih
dahulu melepas bra dan celana dalamku, seperti
kebanyakan laki laki lainnya, dia menjamah seluruh
tubuhku tanpa sisa. Bagian payudara adalah bagian
yang paling sering mendapat perhatian berlebih,
begitu juga dengan vagina. Berulang kali dia
meremas dan mengulum buah dadaku yang terus
berlanjut pada sedotan kuat di vagina. Aku
menggelinjang geli dan nikmat, kembali dikulumnya
kedua putingku dan disedot penuh nafsu, sementara
itu jari tangannya menyusup ke liang vaginaku, dua
jari sudah mengaduk aduk liar. Desahanku semakin
keras ketika klitorisku dipermainkan dengan lidahnya
sambil masih tetap mengocok dengan kedua jari
jarinya, aku menggelinjang nikmat. Kucoba meraih
penisnya tapi terlalu jauh dari jangkauan, ingin
kuremas kuat penisnya sebagai balasan.
Lima menit lebih dia melakukan oral
diselangkanganku, membuatku terbakar birahi
dengan cepat, apalagi aku tak bisa berbuat banyak
padanya kecuali hanya desah kenikmatan yang
makin keras. Puas membikin aku terbakar
menggelepar tanpa daya, dia lalu telentang
disampingku, sekarang giliranku. Hal pertama yang
kulakukan adalah melepas celana dalamnya.
Aku tertegun sejenak menghadapi kenyataan di
depanku, panjangnya sih biasa saja tapi besar
diameternya melebihi rata rata umumnya, lebih
besar dari gengaman jari tanganku, aku sama sekali
tak menyangka dia mempunyai kejantanan yang
begitu perkasa.
"Gila, gede banget" batinku
Gairah yang sudah meMbakarku semakin panas
menggelora, terbersit harapan semoga dia bisa
bertahan lama, seperkasa penampilannya.
Sementara kubiarkan penis yang membikin
vaginaku berdenyut tanpa sebab, aku ingin
mempermainkannya terlebih dahulu seperti yang
dia lakukan tadi. Tanpa menyentuh penisnya kucium
bibirnya dan kukulum telinga dan putingnya, dia
mulai mendesah sambil meremas rambutku. Aku
sadar, semakin lama mempermainkannya semakin
tersiksa pula aku, apalagi melihat penis yang berdiri
tegak begitu menggoda. Kucium paha dan kujilati
lututnya, aku tahu sebagian orang terangsang
apabila lututnya dijilati penuh gairah, dan Pak Napit
termasuk di dalamnya.
Aku sudah tak tahan lagi untuk mempermainkannya
lebih lama, kuraih kejantanannya, ternyata benar
dugaanku, jari mungil tanganku tak bisa menutup
penuh di penisnya, kukocok sebentar lalu
kumasukkan ke mulutku yang sudah kelaparan
sejak tadi. Kupandangi wajah Pak Napit yang
merem melek menerima kulumanku, desahannya
lepas terdengar, apalagi ketika lidahku menyusuri
seluruh batang hingga pangkal kejantanannya,
expresi kenikmatan terpancar jelas di wajahnya
yang keras. Capek juga mulutku mengulumnya
meski belum terlalu lama, karena besar berarti aku
harus membuka mulutku lebih lebar dan ini yang
membuatku cepat pegal.
Kuatur posisi tubuhku di atasnya, kusapukan
sejenak penisnya di vaginaku dan pelan sekali
kucoba memasukkannya. Baru kepala penis yang
masuk tapi vaginaku sudah terasa sesak, sedikit
nyeri saat kupaksakan melesakkan semuanya,
meskipun perlahan lahan. Mungkin bibir vaginaku
sedikit tersobek, atau lecet karena permainan dengan
si Joni tadi sore cukup lama, aku tak tahu, yang jelas
ada rasa nyeri di vaginaku. Dan ketika semua penis
itu sudah berada di dalam, aku tak berani bergerak,
begitu penuh dan serasa mengganjal di
selangkangan.
"Ooouwww.. sshh.. sshiitt" desahku pelan.
"Sakit?" kata Pak Napit melihatku meringis.
Aku hanya menjawab dengan senyuman, karena
kutahu rasa sakit itu hanya di permulaan saja,
selanjutnya adalah rasa enak dan enak bercampur
nikmat. Kucengkeram lengan Pak Napit yang berada
di dadaku saat dia menggerakkan tubuhnya, aku
masih mencari posisi yang nyaman sebelum
memulai gerakanku.
"Jangan buru buru keluar Pak ya" pintaku sebelum
memulai gerakan, dia hanya tersenyum penuh arti.
Perlahan kuangkat naik tubuhku, perlahan pula
kuturunkan, begitu seterusnya dan semakin cepat.
Penis itu mulai sliding di vaginaku, otot otot vagina
sudah bisa menerima. RAsa sakit sedikit demi sedikit
berubah menjadi nikmat dan semakin nikmat saat
kocokanku makin cepat. Aku sudah bisa menguasai
keadaan dan kini sudah berani bergoyang seperti
biasa. Meskipun begitu tetap saja terasa sesak di
vaginaku.
Pak Napit menarik tubuhku dalam pelukannya,
berkurang tekanan penisnya pada vaginaku tapi
justru makin nikmat saat klitorisku tergeser gerakan
kocokannya. Dia melumat bibirku dengan gemas,
desahanku tertahan mulutnya. Napasku menderu
hebat menerpa wajahnya, aku tak peduli, malah
membuat dia makin mempercepat irama
permainannya. Aku sudah tak tahan lagi, puncak
kenikmatan tinggal sejengkal lagi kugapai, tapi aku
tak mau secepat itu, masih banyak yang ingin
kurengkuh darinya.
"Dari belakang Pak" pintaku sambil tersengal sengal
untuk mengalihkan perhatian dan menurunkan
atmosfir yang ada.
Tanpa menjawab dia menghentikan gerakannya dan
mendorongku turun. Aku langsung nungging
mengambil posisi doggie tapi Pak Napit malah
memintaku telentang, akupun menurut.
Kupejamkan mataku rapat rapat saat Pak Napit
mendorong masuk penisnya, aku tak berani
menantang sorot matanya, terlalu malu untuk
mengakui bahwa aku sangat sangat menikmati
bercinta dengan orang setua dia dan aku tak inging
dia mengetahuinya.
Kembali aku menjerit keras saat penis Pak Napit
memasuki vaginaku. Tanpa mempedulikan jeritan
kesakitan atau kenikmatan dariku, dia langsung
memompa dan menekan sedalam mungkin,
klitorisku tertekan gesekannya. kucengkeram
lengannya dengan kuat, mungkin kuku kukuku
melukainya tapi aku tak peduli, dan ketika mataku
terbuka aku begitu malu melihat bagaimana Pak
Napit memandangi pancaran kenikmatan yang
kuperoleh darinya, secepatnya kupejamkan kembali
dengan tersipu malu.
Akhirnya petahananku runtuh juga beberapa menit
setelah dia memompa dengan cepat, aku benar
benar menjerit histeris mendapatkan orgasme
darinya, kututupi mukaku dengan bantal karena
malu tapi dia menariknya, justru makin melototi
mukaku yang sedang dilanda orgasme hebat sekali,
wajahnya menyeringai penuh kemenangan.
Tubuhnya semakin keras menghentak disaat aku
sedang berada di puncak, aku menggeliat tanpa
daya seiring dengan jeritan jeritanku.
Kocokannya masih berlangsung beberapa menit
kemudian, napasku semakin tersengal mendapat
sodokan demi sodokan. Tanpa memberiku
kesempatan mengambil napas, dia membalikku.
Penisnya langsung menusuk tajam dari belakang
dan mengocok dengan cepat, semakin keras aku
menjerit atau lebih tepat melolong nikmat,
permainannya sudah kasar kearah liar. Begitu keras
dia menyodok dan menghentakku sembari menarik
rambutku ke belakang. Aku yang terbiasa melayani
permainan kasar makin menikmati keliarannya,
kulawan gerakannya dengan goyangan pantat. Lima
menit lebih dia memompa dari belakang sebelum
akhirnya kurasakan tubuhnya menegang dan
penisnya terasa membesar disusul denyutan sangat
kuat menyemburkan sperma di vaginaku.
"Ooh, sshhiitt.. bitch" teriaknya mengiringi
semprotannya.
Aku tak mampu lagi berteriak, kugigit kuat bantal
yang ada dibawahku, gempuran itu begitu kuat
"menghajar" vaginaku tanpa ampun. Dicabutnya
penis itu dengan kasar dari vaginaku hanya sedetik
setelah habisnya denyutan itu, tanpa memberiku
kesempatan menikmatinya lebih jauh. Tubuhku
langsung dibalik, dia mengangkang di atas dada
hendak menjepitkan di buah dadaku. Aku ingin
memberi melebihi yang dia inginkan, sebagai
ungkapan terima kasih, kuraih penis yang masih
penuh sperma dan kumasukkan ke mulutku,
kukocok sebentar hingga "bersih tanpa noda". Kami
berdua menggeletak terkapar kehabisan tenaga,
benar benar terkapar seperti orang kalah bertanding.
"Kamu hebat bisa bertahan segitu lamanya" katanya
dengan napas masih tersengal.
"Ah bapak yang hebat membuatku menggelepar
kayak ikan" aku berkata sejujurnya.
Baru sekarang kurasakan kelelahan yang teramat
sangat, mungkin akumulasi sejak tadi pagi setelah
melayani bercinta dengan empat orang hari ini dan 2
terakhir benar benar menguras energi dan emosiku.
Sendi sendiku serasa terlepas dari tempatnya, aku
tak mampu lagi berdiri, hanya napas kami yang
menderu terdengar di kamar ini. Aku tak tahu lagi
sudah berapa lama kami tadi bercinta, paling tidak
lebih dari 30 menit menurut perasaanku. Terus
terang aku salut akan stamina Pak Napit yang begitu
prima mampu melayani nafsu wanita yang seusia
anaknya, bahkan membuatnya terkapar tak
berdaya. Ingin rasanya melanjutkan babak kedua
segera, aku sudah tak sabar untuk merengkuh
kenikmatan lebih banyak lagi.
Dengan langkat tertatih aku ke kamar mandi,
rasanya penis itu masih mengganjal di
selangkanganku. Vaginaku terasa perih saat kucuci
dengan sabun, mungkin lecet atau sobek di
bibirnya. Aku langsung mandi air hangat
menyegarkan diri supaya bisa bertahan lebih lama di
babak kedua.
Ketika aku kembali ke kamar ternyata Pak Napit
sudah ngorok, masih dalam keadaan telanjang,
padahal belum terlalu malam, masih belum jam
sebelas, mungkin terlalu capek, baik karena golf tadi
siang maupun dari permainan sex barusan, akupun
terpaksa harus memendam hasratku yang aku
sendiri tak tahu apakah bisa terlaksana.
Meskipun sudah capek, aku tak bisa begitu saja
tertidur, apalagi dengan hasrat yang masih
mengganjal. Kucoba meredam gairahku dengan
mengalihkan ke layar TV, tapi hingga satu jam
berlalu masih juta menggebu hasrat untuk segera
bercinta dengan Pak Napit. Seharusnya aku ikut
menjaga stamina dia untuk bertanding besok, tapi
aku khawatir kejadian seperti Pak Bambang terulang
lagi, berarti tertutup sudah kemungkinan untuk
meraih nikmat kembali dengan Pak Napit.
Setelah kupikir beribu kali dan mempertimbangkan
masak masak untung rugi maupun resikonya,
akhirnya kuberanikan diri mendekati Pak Napit yang
pulas dalam tidurnya. Kuabaikan segala macam
keangkuhan dan rasa malu, aku harus menerima
segala resiko yang terjadi akibat perbuatanku ini.
Dengan ragu tanganku meraih penis Pak Napit yang
lemas lunglai, kukocok dengan pelan dan
kumasukkan ke mulutku, perlahan tapi pasti penis
itu membesar di dalam mulut. Kudengar desahan
halus dari Pak Napit, entah dia sudah bangun atau
masih tertidur. Tak lama dalam kulumanku, penis itu
segera tegang membesar, siap untuk dipakai. Kulihat
Pak Napit masih memejamkan matanya, tapi suara
dengkuran sudah hilang berganti desahan.
Peralahan kunaiki tubuhnya dan kutuntun penisnya
memasuki vaginaku.
"Kamu memang nakal" kudengar suara pelan
mengagetkanku yang sedang "berjuang" mengisi
vaginaku dengan penis besar itu.
"Habis enak sih.. sshh.. mm" jawabku singkat
sambil menurunkan pantatku mendorong masuk
penisnya, Pak Napit ikutan mendesah meski
matanya masih terpejam.
Tanpa membuang waktu lebih lama aku langsung
menggoyangkan pantatku, bergerak liar di atas
tubuhnya dengan kecepatan tinggi. Gerakanku
makin liar ketika tangan tangan Pak Napit ikutan
mempermainkan buah dada dan putingku. Aku
mendesah lepas menikmati kocokan penisnya yang
semakin nikmat terasa, tak kuhiraukan rasa nyeri
yang sudah berganti menjadi kenikmatan tak
terkatakan.

Cukup lama aku "berkuda" di atas Pak Napit. Aku tak
mau kenikmatan ini segera berakhir, kuhentikan
gerakanku setiap kali kurasakan tubuh Pak Napit
mulai menegang hendak orgasme dan kulanjutkan
lagi setelah ketegangannya menurun. Dengan cara
begini aku bisa memperpanjang permainan,
limabelas menit telah berlalu, sudah 2 kali kurengkuh
orgasme secara beruntun. Aku memang egois, tapi
toh dia tidak protes keberatan atas perlakuanku.
Ketika aku hendak meraih orgasme ketiga, Pak Napit
menarikku dalam pelukannya dan langsung
mengocok dari bawah, tak dihiraukannya lagi
permintaanku untuk berhenti sebentar, berarti dia
ingin segera mencapai klimaks, maka akupun
berusaha secepatnya mendapatkannya terlebih
dahulu. Kami seakan berpacu menuju puncak,
seandainya dia berhasil mendahuluiku maka Game
Over tapi sebaliknya kalau aku mencapai terlebih
dahulu, dia masih bisa mendapatkannya. Tubuh
kami sudah menempel rapat, keringat saling
bercucuran di sekujur tubuh, kami memacu nafsu
berlomba mencapai batas akhir. Rupanya nasib baik
masih berpihak padaku, beberapa menit kemudian
meledaklah jeritan yang kutahan sejak tadi, otot otot
vaginaku berdenyut lebih keras saat kugapai
orgasme, tubuhku menegang. Pak Napit makin
mempercepat kocokannya dan dia menyusulku
beberapa detik kemudian diiringi jeritan kenikmatan
kami berdua.
Tubuhku lemah lunglai telungkup di dadanya, detak
jantung kami seakan menyatu. Terpenuhi sudah
hasrat yang sejak tadi terpendam dengan penuh
kepuasan. Akhirnya kami tidur dalam kelelahan yang
hebat dan kenikmatan yang masih tersisa untuk
dibawa tidur. Pak Napit benar benar telah menutup
hariku dengan penuh kenikmatan, terima kasih
Bapak, kuharap besok Bapak bisa memenangkan
pertandingan dan kita bisa mengulang kenikmatan
ini lebih lama lagi, harapanku sebelum terlelap.
Hari Ketiga
Keesokan paginya ketika kubuka mataku, kulihat Pak
Napit sudah rapi bersiap untuk berangkat. Tak ada
kesan capek dalam raut wajahnya, bahkan
sepertinya tampak lebih ceria dibanding kemarin.
"Maaf Pak, aku terlalu lelap tidur" sapaku tergopoh
gopoh beranjak ke kamar mandi.
"Kamu nggak usah ikut turun kalo masih ngantuk,
ntar siangan aja pulang" katanya, aku tahu dia sudah
terlambat menghadiri acara sarapan pagi.
"Nggak kok, aku cuma sikat gigi dan cuci muka"
Akhirnya tanpa mandi dan ber-make up aku
mendampingi Pak Napit ke Coffe Shop.
"kamu tetap cantik meski tanpa make up" sapa Pak
BAmbang ketika aku sudah berada diantara mereka.
Dengan mesra aku melayani Pak Napit selama
sarapan, hal yang sama kulakukan pada Pak
Bambang kemarin.
"Gimana tidurnya Pak, nyenyak?" tanya Pak
Bambang, aku yakin dia sedikit cemburu.
"Tanya aja sama dia" jawab Pak Napit sambil
mengunyah sandwich bikinanku, aku hanya
menunduk malu.
"Melihat mata Lily yang masih cekung, aku bisa
tebak bahwa kalian kurang tidur" goda Pak Ade.
"Jadi kesempatan kita terbuka untuk merebut piala
dari Pak Napit" celetuk lainnya yang aku sudah lupa
namanya.
Mukaku merah mendengar olokan mereka.
Setelah mencium pipi dan keningku, Pak Napit
bergabung dengan rekan rekannya menuju Ciputra
Golf Club (dulu masih bernama Citraland). Aku
kembali ke tempat kost untuk melanjutkan
istirahatku, vaginaku masih terasa sakit dan nyeri,
hari ini kuputuskan untuk sementara tidak terima
booking-an supaya tidak memperparah luka di
vaginaku, apalagi bila ternyata pemenangnya
kembali Pak Napit, tentu memerlukan stamina yang
lebih prima. Semua itu harga yang harus kubayar
atas kenikmaan yang kudapat dari Pak Napit, tapi
aku sama sekali tak menyesalinya.
Kuhabiskan waktuku dengan beristirahat,
menunggu tiba saatnya. Beberapa telepon masuk
mengajak ketemu terpaksa kutolak dengan alasan
lagi Mens. Selepas makan siang aku bersiap menuju
ke Hotel Mercure, memenuhi sessi terakhir dari
kesepakanku di akhir pekan ini. Sengaja kukenakan
pakaian yang paling sexy yang baru kubeli kemarin,
aku ingin membuat mereka terkesan di hari terakhir
kunjungannya ke Surabaya. Ketika kuhubungi GM-
ku, ternyata dia juga tidak tahu tentang acara
terakhir ini, belum ada informasi lebih lanjut kecuali
aku disuruh tunggu di Mercure.
Setiba di Mercure aku langsung cek ke receptionist,
ternyata mereka belum datang juga padahal sudah
hampir pukul 1 siang, terpaksa aku harus nunggu di
lobby untuk waktu yang aku sendiri tak tahu.
Menunggu adalah pekerjaan yang paling
menjemukan, apalagi menunggu di tempat terbuka
seperti lobby hotel ini, suatu pekerjaan yang paling
kubenci selama ini. Ingin kutunggu di mobil saja tapi
aku takut tidak bisa melihat kedatangan mereka,
akhirnya kuputuskan menunggu di Coffe Shop.
Kucari tempat yang strategis, tidak terlalu mencolok
tapi bisa memandang langsung ke arah Lobby, agak
susah karena jam makan siang begini cukup banyak
tamu di Coffe Shop itu, untung aku
mendapatkannya.
Secangkir teh hangat dan snack menemani
penantianku. Sepuluh menit sudah berlalu, si GM
ternyata tidak bisa menghubungi mereka karena HP-
nya pada OFF, jadi aku harus memperpanjang
penantian, menyesal aku tadi buru buru berangkat,
mestinya kutunggu saja di tempat Kost menanti
panggilan, toh tidak terlalu jauh letaknya.
"Lagi nunggu seseorang ya" suara dari samping
mengagetkanku, ternyata si Doni, salah seorang
langgananku yang royal memberi tip dan hadiah
hadiah kecil.
"Eh kamu Don, ngapain disini, pasti juga sedang
nunggu seseorang" jawabku menutupi
kekagetanku.
"Sok tahu, aku lagi jemput temanku, dia baru datang
dari Medan minta di antar ke Pasar Turi atau
Kapasan, biasa kulakan" jawabnya sambil
menghembuskan asap rokoknya ke arahku.
"Teman apa teman" godaku.
Kamipun ngobrol biasa seperti layaknya seorang
teman, bukan seorang tamu, itulah kalau udah
sering ketemu.
"Emang kamu janjian jam berapa?" tanyanya setelah
sepuluh menit belum juga ada yang
menghampiriku.
"Jam makan siang sih tapi nggak tahu kok belum
datang, katanya masih main golf di Ciputra"
jawabku terus terang
"Kita tunggu di kamar aja yuk, lumayan sepukul dua
pukul" ajaknya nakal.
"Gila kamu, kalo tiba tiba dia datang gimana, lagian
saru menyerobot punya orang" jawabku sambil
mencubit lengannya.
"Kalo dia datang kan pasti telpon kamu, bilang aja
masih di jalan atau apa kek, kan tinggal pindah
kamar saja" dia mendesakku meskipun tak ada nada
paksaan.
Aku terdiam, ucapannya ada betulnya juga sih,
lagian aku tahu betul permainan dia di ranjang,
biasanya tak lebih lama dari hisapan sebatang rokok
kretek, aku mulai tertarik dan memperimbangkan
tawarannya.
"Kalo ketahuan kan aku kehilangan order dan
langganan" kucoba keseriusan tawarannya.
"Ya jangan ketahuan dong, tapi nggak usah
khawatir, aku akan ganti kerugianmu, kayak nggak
tahu aku aja".
"Bukan gitu maksudku, tapi jangan lama lama ya".
"Semakin kamu banyak bertanya semakin lama
jadinya" jawabnya seraya berdiri menuntunku
setelah merasa mendapat lampu hijau.
Setelah menyelesaikan pembayaran makanan dan
minuman kami menuju ke kamar yang letaknya
satu lantai di atas kamar Pak Napit.
Ternyata temannya yang punya kamar itu sedang
mandi, tak mungkin memintanya menunggu di
lobby.
"Ya udah, jangan keluar sebelum kupanggil" katanya
sambil mendorong temannya ke kamar mandi.
Aku tertawa geli melihat tingkah mereka.
Untuk mempersingkat waktu segera kukeluarkan
penis Doni dari lubang resliting celananya, aku
langsung berjongkok mengulumnya, sekedar
melumasi dengan ludahku. Dalam hitungan detik
penis itu sudah menegang dan siap pakai. Hanya
melepas celana Jeans, aku langsung telentang di
ranjang. Akhirnya kurasakan kocokan pertama di
hari itu dari Doni, yang menyodokku tanpa melepas
pakaian sedikitpun. Tak seperti biasanya dia
melakukan dengan singkat, kali ini ternyata
berlangsung lebih lama dari dugaanku, bahkan kami
sempat berganti posisi dogie sebelum akhirnya
menyemprotkan spermanya di vagina yang sudah
kusiapkan sejak pagi untuk kupersembahkan pada
sang juara. Semua itu berlangsung tak lebih dari 7
menit.
Aku tidak bisa mencuci vaginaku karena ada teman
Doni, kubiarkan spermanya menetes keluar dan
hanya kuusap dengan selimut. Kubiarkan bagian
bawahku telanjang beberapa waktu lamanya supaya
lebih banyak cairan itu mengalir keluar dari liangku.
Sepuluh menit berlalu, masih juga belum ada
kepastian. Doni rupanya sengaja menghukup
temannya di kamar mandi dan tidak boleh keluar.
"Sekali lagi yuk, mumpung masih ada waktu" usul
Doni melihat aku mondar mandir gelisah dalam
keadaan tanpa celana sambil mengepulkan asap
rokok.
Aku melotot protes tapi justru dia malah menarikku
dalam pelukannya, kupalingkan wajahku ketika dia
berusaha mencium bibirku, aku tak mau make up
ku rusak karenanya, terlalu lama kalau harus
memperbaikinya. Doni malah tertawa dan
membalikkan tubuhku, mendorongnya hingga
posisiku nungging menghadap ke meja, tanganku
bersandar pada tepi meja. Dia bersiap untuk
menyetubuhiku dari belakang, aku protes tapi tidak
melawan saat penisnya menyentuh vaginaku. Saat
Doni mulai mendorong masuk, handphone-ku
berbunyi, segera aku berlari mengambilnya,
terlepaslah penis yang sudah setengah jalan di
vaginaku, kudengar sumpah serapah darinya tapi
hanya kutanggapi dengan ketawa geli.
Mereka sudah diperjalanan, berarti paling tidak
masih ada 15 menit sebelum sampai di hotel, masih
cukup waktu satu babak lagi sebelum menyambut
mereka di Lobby. Kudekati Doni yang duduk di sofa
sambil mengelus penisnya, dia memandangku
dengan penuh harap. Kuraih penisnya yang mulai
lemas dan kukulum kulum sebentar hingga
menegang. Semenit kemudian kami sudah berlayar
menyeberangi lautan nafsu, dia mendayung dari
belakang melanjutkan yang sempat terputus tadi.
Diperlukan hampir 10 menit untuk mencapai
seberang kenikmatan, sedikit lebih lama dari yang
pertama tadi. Untunglah penis Doni masih dibawah
rata rata hingga tak sampai memperparah lukaku.
Ketika kami berbalik, ternyata teman Doni sudah
berdiri di depan kamar mandi, hanya mengenakan
celana dalam, secara reflek aku menutupkan
tanganku di selangkangan.
"Sorry, teriakan cewekmu tadi terlalu hot
mengundang rasa penasaranku" katanya.
Kuambil bantal menutupi vaginaku dan kulewati dia
masuk ke kamar mandi. Bukannya aku sok suci, tapi
sudah prinsipku untuk tidak memamerkan tubuhku
di depan orang yang bukan tamuku.
Setelah membersihkan diri dan menghapus sisa sisa
jejak yang masih ada, kutinggalkan Doni dan
temannya menuju ke Lobby.
Mereka datang hanya berselang beberapa menit
setelah kedatanganku. Kulihat mereka masih sibuk
menurunkan stick golf dari mobil ketika Pak Ade
menghampiriku.
"Udah lama nunggu?" sapanya.
"Ya kira kira 10 menit" jawabku bohong.
"Pak Napit bilang kamu hebat di ranjang dan pintar
oral" katanya pelan, aku kaget tak menyangka dia
cerita ke teman temannya.
"Ih kok Pak Napit ceritain ke semua orang sih" ada
nada protes.
"Cuma sama aku, dia kan anak buahku jadi akhirnya
cerita setelah kudesak, aku jadi ingin sekali
membuktikannya, sayang aku kalah, habis terlalu
bernafsu sih".
"Kita ke toilet sebentar yuk" ajaknya, aku kaget
dengan ajakannya, kutatap tajam matanya, dia
serius.
Aku tak sempat menjawab karena rekan rekannya
sudah datang, Pak Napit menggandengku menuju
Coffe Shop. Aku hanya memesan minuman,
sekedar menemani mereka makan siang. Sesaat
kulihat Doni dan temannya melintasi meja kami, dia
memandangku sambil tersenyum.
Pak Ade yang berada di seberangku memandangku
dan memberi isyarat, aku tahu maksudnya tapi pura
pura tak melihat, belum kuputuskan apakah
menerima tawarannya atau tidak. Dia berdiri dan
berbisik pada Pak Napit yang duduk di sebelahku,
tangan Pak Ade mencolek pundakku memberi
isyarat tanpa ada yang mengetahui, lalu dia pergi ke
toilet. Aku bingung tak tahu harus berbuat apa.
"Permisi Pak, perutku tiba tiba mulas" bisikku ke Pak
Napit.
Pak Napit memberikan kunci kamarnya tapi aku
menolak.
"Di Lobby aja Pak, lebih dekat" jawabku buru buru
berdiri seperti orang yang sakit perut.
Pak Ade sudah menuggu di depan toilet pria,
senyumnya mengembang saat melihat
kedatanganku, beruntunglah suasana di depan toilet
itu tak ada orang.
"Tunggu sebentar masih ada orang" katanya.
Begitu orang itu keluar, buru buru kami masuk toilet
Pria, masuk ke WC dan menguncinya. Aku duduk di
atas closet, kubuka resliting Pak Ade yang berdiri di
depanku dan mengeluarkan penisnya. Aku tak
menyangka melakukan hal yang sama 2 kali
berturut turut, kali ini lebih gawat, kulakukan di WC
pria. Penis Pak Ade yang tegang dengan cepat
meluncur mengocok mulutku, merusak lipstik dan
make up wajahku. Gagal sudah memberikan yang
terbaik pada sang juara, dua kali di dahului orang
yang sebetulnya tidak berhak, ada perasaan
bersalah. Pandangan Pak Ade tak pernah terlepas
dari wajahku yang sedang mengulumya, dia tak
berani mendesah, tangannya menjaMbak rambutku
menambah rusaknya riasanku, dia seperti tak peduli.
Kulepas celana jeans-ku, aku nungging
membelakanginya, kupentangkan kakiku lebar,
tanganku tertumpu pada kloset. Penis Pak Ade
sudah melesak di vaginaku beberapa detik
kemudian, dia mengocokku langsung dengan
tempo tinggi diselingi sentakan keras. Hampir saja
aku menjerit, kugigit bibirku menahan kocokannya,
tentu saja kami tak berani mendesah. Semakin cepat
dan keras sodokannya, semakin kuat aku menggigit
bibirku, tangannya sudah meremas remas buah
dadaku, untunglah kaos yang kupakai tahan kusut,
kalau tidak pasti akan terlihat kusut hanya di bagian
dada.
Kudengar orang masuk ke toilet, kami terdiam
sesaat menunggu dia keluar, penis masih tetap
menancap. Sodokan teras menghantamku setelah
orang itu keluar.
"Aahh" jeritku tanpa sadar yang segera ditutup
tangan Pak Ade.
"Sstt" bisiknya, enak aja orang suruh diam tapi dia
menyentak keras, protesku dalam hati.
Kugigit jari Pak Ade yang ada di mulutku.
Kini aku duduk di pangkuan Pak Ade, kami saling
berhadapan, giliranku mengocoknya. Pak Ade
menyingkap kaosku hingga ke dada, dilepasnya
kaitan tali bra yang ada di depan dan langsung
mengulum putingku sambil meremas remas. Aku
hampir mendesah karenanya, kuhentikan gerakanku
saat kudengar seseorang masuk tapi Pak Ade justru
memperkuat sedotannya, kuremas remas
rambutnya sambil menggigit bibirku menahan
desahan. Tanpa menunggu orang itu keluar, aku
memulai goyanganku, biar tahu rasa, pikirku. Tanpa
kusadari aku semakin bergairah melayani Pak Ade
dari yang tadi ogah ogahan, ternyata bercinta penuh
ketegangan seperti ini menimbulkan sensasi
tersendiri yang tak pernah kubayangkan.
Kami sudah tak pedulikan lagi apakah ada orang
diluar atau tidak, toh tetap saja tanpa desah.
Kudekap erat kepala Pak Ade di dadaku, aku sudah
hampir mencapai klimaks, tak tahu bagaimana
menghadapi klimaks tanpa jeritan kenikmatan, dan
saat vaginaku berdenyut hebat aku hanya bisa
menggigit bibir bawahku sambil mendekap kepala
Pak Ade makin rapat, tak ada jerit kenikmatan.
Sesaat kemudian Pak Ade mengikutiku ke puncak,
penisnya bergerak hebat di vaginaku, dia meremas
buah dadaku makin kuat, kali ini kugigit jari tanganku
sambil menerima semprotan sperma yang
membanjir.

Kami keluar sendiri sendiri setelah keadaan aman,
Pak Ade kembali bergabung dengan rekannya dan
aku langsung pindah ke toilet wanita merapikan
make up dan rambut. Aku kembali bergabung
dengan mereka seperti tidak terjadi sesuatu, ternyata
mereka sudah selesai makan, Doni dan temannya
sudah tidak ada di mejanya.
"Maaf Pak, lama, abis mules banget sih" kataku
setelah meninggalkan mereka mungkin sekitar 15
menit.
Pak Napit menggandengku menuju Lift, aku sudah
siap untuk diserah terimakan ke sang pemenang.
"Oke, dengan ini aku serahkan piala bergilir, and the
Lily goes to Pak Bambang again" kata Pak Napit
menirukan pembagian Piala Oscar, sambil
menyerahkanku ke pelukan Pak Bambang yang
menyambut dengan mencium bibirku, lainnya
bertepuk tangan.
Hilang sudah perasaan bersalahku karena telah
memberikan tubuhku pada dua orang terlebih
dahulu sebelum sang juara menikmatinya, karena
dia telah pernah merasakannya.
Aku menatap mata Pak Napit dengan perasaan
bersalah, mungkin karena "kuperkosa" tadi malam
dia tidak bisa mempertahankan pialanya.
"Jangan kaget kalo kamu kembali ke Pak Bambang,
selama ini belum pernah ada yang bisa
mempertahankan pialanya 2 hari berturut turut,
paling berpindah sementara seperti ini" kata Pak
Napit seolah menjawab rasa bersalahku.
Sepertinya aku memang harus mondar mandir dari
kamar Pak Napit kembali lagi ke kamar depan.
Mereka langsung check out dari hotel langsung
pulang, hanya sang juara yang tinggal hingga last
flight nanti malam merayakan kemenangan
bersama pialanya.
"Kamu memang memberiku semangat bertanding
yang luar biasa, karena kamu aku bertekad kuat
untuk memenangkan di hari terakhir" kata Pak
Bambang ketika kami di dalam kamar sambil
memelukku.
"Ah Bapak bisa aja" jawabku membalas ciumannya.
"Kita mandi yuk, meneruskan yang telah terputus"
ajakku sambil melepas celana dan kaosnya,
sebenarnya aku ingin membersihkan tubuhku dari
sisa sisa Pak Ade tadi.
"Kamu ini memang benar benar penggoda, maunya
to the point" jawabnya sambil mencubit pipiku dan
melepasi seluruh pakaianku tanpa sisa.
Kugandeng dia ke kamar mandi sebelum berbuat
lebih jauh lagi, sambil menunggu air panas
memenuhi bathtub aku duduk di kloset menghadap
penis Pak Bambang yang setengah tegang, kuciumi
dan kuusapkan ke wajahku. Pak Bambang mulai
mendesis ketika lidahku menari di kepala penisnya
dan semakin keras saat kukulum, persis seperti
yang kulakukan dengan Pak Ade 20 menit yang lalu,
hanya berbeda suasana. Pak Bambang memegang
kepalaku lalu mengocok mulutku, tanpa kesulitan
kumasukkan semua hingga ke pangkalnya, tidak
seperti Pak Napit kemarin yang hanya mampu
kukulum setengah saja.
Pak Bambang berlutut di depanku, diciumi pahaku.
"Jangan Paak" teriakku ketika Pak Bambang mau
menjilati vaginaku.
Sebersih apapun aku mencuci pasti masih ada sisa
dan bau sperma Pak Ade yang tertinggal, aku nggak
mau dia menjilati sisa sisa sperma rekannya.
Namun sayang, teriakanku tadi diterjemahkan lain
olehnya, dikira aku teriak kenikmatan, dia malah
memaksa membuka kakiku lebih lebar. Akhirnya
kubiarkan saja dia menikmati lembabnya vaginaku,
sambil berharap dia tidak terlalu sensitif mencium
aroma sisa sperma. Lidahnya dengan lincah
menyusuri lekuk sudut organ intimku, akupun
mendesah nikmat, kuremas rambutnya dengan
gemas, dia makin ganas menjilati tanpa ampun
diselingi kocokan jari tangan yang bergerak gerak
liar di dalam. Desahan nikmatku makin lepas.
Aku tak tahan dipermainkan seperti ini, kudorong
tubuhnya hingga terduduk di lantai, aku langsung
menyusul turun ke pangkuannya. Segera kelesakkan
penis Pak Bambang ke vaginaku dan langsung
mengocok dengan gerakan pinggul memutar, dia
menyambut putingku yang sudah berada di
depannya dengan kuluman gemas penuh gairah.
"Aagghh sshh ennaakk" desahku tanpa malu sambil
mempercepat gerakanku.
Mulutnya bergerak lincah dari satu puting ke lainnya.
"Jangan dikeluarin dulu Pak, aku ingin yang lama"
bisikku disela desahan kenikmatan, dia menjawab
dengan pagutan di bibirku.
Kudorong tubuhnya lagi hingga telentang di lantai
kamar mandi, aku tahu dia merasa dingin karena
lantai marmer itu, tapi tak kupedulikan. Tubuhku
makin cepat turun naik di atasnya. Air hangat di
bathtub sudah meluber tapi tak kami perhatikan, aku
ingin spermanya yang meluber di vaginaku. Namun
luberan air di lantai mengganggunya, aku baru
sadar kalau Pak BAmbang sudah tidak muda lagi,
seusia dia tentu gampang masuk angin kalau
kedinginan.
"Kita ke bathtub aja yuk, sambil mandi" ajakku
sambil menghentikan gerakanku, sekalian
menurunkan tegangan birahi kami.
Kami berendam bersama sama, air bathtub makin
meluber keluar. Kami tidak langsung menyambung
adegan yang terputus, tapi saling memandikan,
saling menyabun dengan sentuhan sentuhan di
bagian sensitif.
"Mau disini apa di ranjang" kuberi dia pilihan, aku
tahu dia sudah berada dalam cengkeraman
pesonaku, apapun yang kumau pasti dituruti.
"Terserah kamu aja yang penting enak, tapi disini
dingin, ntar rematikku kambuh" katanya, dasar
orang tua tak tahu diri, udah sakit sakitan gitu masih
juga doyan daun muda, batinku.
"Ya udah kita di ranjang aja biar hangat, yuk aku
keringin dari pada masuk angin"
Setelah mengeringkan dengan handuk kamipun
berpindah ke ranjang. Pak Bambang langsung
menggumuli tubuhku yang sudah telentang
menantang, tak secuil tubuhku terlewatkan dari
jamahannya.
"Dari belakang yuk, kemarin kan belum mencoba"
ajakku, padahal aku sudah lupa apakah memang
belum mencobanya, tapi dia mengiyakan saja.
Untuk kesekian kalinya Pak Bambang meng-obok
obok vaginaku dengan penisnya, digenjotnya keras
tubuhku seakan ingin menjangkau rahimku. Aku
diam saja tak menggerakkan tubuhku supaya dia
bisa bertahan lebih lama, hanya desahanku yang
terdengar. Aku menoleh ke arahnya, wajah Pak
Bambang terlihat begitu serius mengocokku, butiran
keringat sudah menghiasi mukanya, padahal kita
barusan mandi. Lima menit lebih dia memompa
vaginaku tanpa ada tanda tanda orgasme, sudah
ada kemajuan dibanding kemarin.
Dia membalik tubuhku telentang, inilah posisi yang
paling berat bagiku, disamping perutnya yang
gendut akan menekanku, aku juga tak bisa
memandangi wajahnya saat mengocokku, bukan
karena memang tidak ganteng tapi mengingatkanku
pada Papaku.
Kupejamkan mataku saat penisnya menembus
vaginaku, dia mengocok sambil meremas buah
dadaku. Bayangan bercinta dengan tamu
sebelumnya tiba tiba melintas datang dan pergi,
mulai dari Doni lalu berganti dengan Pak Napit dan
berganti lagi dengan Pak Ade, mereka silih berganti
hinggap di pikiranku, membuatku makin bergairah
melayani Pak Bambang seakan aku bercinta dengan
mereka, terutama Pak Napit, tamu terhebat dalam 3
hari terakhir ini.
Tiba tiba aku tersadar ketika Pak BAmbang berteriak
orgasme dan kurasakan denyutan penisnya
memompakan sperma di vaginaku, kubuka mataku
dan aku kembali ke alam nyata dangan Pak
BAmbang masih menyetubuhiku sedang mengisi
vaginaku dengan spermanya, terasa hangat dan
penuh. Aku tersenyum menyadari ketololanku.
Setelah kubersihkan penisnya dengan sprei, dia
langsung telentang di sampingku dengan napas
yang ngos-ngosan.
"Bapak hebat, bisa tahan lama seperti itu" aku
memuji
"Kamu juga makin lama makin hebat, lebih hot dari
kemarin"
Kubiarkan sperma yang membanjir di vaginaku
menetes keluar mengenai sprei.
"Pak aku mau tanya tapi jangan marah atau
tersinggung ya?" tanyaku sambil menyandarkan
kepalaku di dadanya.
"Mengenai apa?" jawabnya sambil mengelu elus
rambut dan punggungku.
"Emm mengenai anu, piala bergilir" aku agak ragu
melanjutkannya.
"Emang kenapa? Nggak suka ya?".
"Bukan begitu sekedar menjawab rasa penasaranku,
itu kalo bapak nggak keberatan sih".
"Penasaran kenapa?".
"Aku pikir Bapak Bapak itu bisa booking cewek
sendiri tanpa harus menunggu menang dulu,
kenapa jadi dipersulit sih".
"Oh itu toh, memang benar sih, tapi sensasinya
kurang dan tidak ada perjuangan kalo begitu".
Akhirnya Pak Bambang menceritakan aturan
permainan dengan teman temannya, sebenarnya
semuanya ada 37 orang yang mengikuti aturan itu,
tapi sebagian besar sedang main di Bali, Yogja,
Bandung dan Jakarta sendiri. Pada dasarnya aturan
itu sama dengan berjudi, tapi dirupakan dalam
bentuk yang lain dengan prinsip winner take all.
Pemenang berhak mendapatkan free hotel plus piala
bergilir yang ditentukan oleh seluruh peserta tanpa
ada seorangpun yang menolak pilihan Piala itu.
Nilai dari Piala Bergilir itu berdasar kesepakatan
taruhan, bisa semua dirupakan Piala bisa juga
sebagaian. Kalau ketemu kelompok yang lebih gila
bahkan Piala Bergilirnya 2 cewek sekaligus, tentu
saja taruhannya juga lebih besar. Namanya Piala
Bergilir, harus cuma satu untuk diperebutkan selama
even, yang biasanya 2-3 hari berlangsung. Bagi
yang kalah, selamat gigit jari dan tidak boleh
mencari piala lain selama even itu berlangsung,
kecuali setelahnya. Kalau ini dilanggar untuk
selanjutnya dia tidak akan diundang lagi, tapi siapa
yang tahu. Tentu saja aturan ini tidak menghapus
taruhan lainnya diluar yang ini.
"Kamu adalah orang kedua yang kami pilih setelah
cewek yang pertama datang kami tolak karena Pak
Napit tidak setuju dan aku beruntung bisa
mendapatkanmu secara gratis bahkan 2 kali".
Aku bingung mendengar penjelasan Pak Bambang,
tak menyangka ada perilaku sekelompok orang
seperti ini, padahal mereka dari keluarga yang
bahagia, paling tidak itu yang kutangkap dari
pembicaraan telepon Pak Bambang dan Pak Napit
kemarin.
Cerita Pak Bambang diakhiri dengan kuluman di
putingku, tanpa membersihkan sperma di vaginaku
dia kembali mengocokku dengan keras. Babak ini
dengan lebih santai dia menyetubuhiku, bahkan
sempat berpindah dari ranjang ke sofa, dengan
sabar kulayani semua keinginannya hingga dia bisa
bertahan hingga lebih dari 15 menit sebelum
mencapai klimaksnya. Berkali kali dia mengucapkan
terima kasih karena telah membuatnya merasa
perkasa di usianya itu.
Episode Lain
Pukul 7 malam kami berpisah di lobby hotel, dia
naik taxi ke Juanda dan aku ke tempat parkir bersiap
pulang. Tiba tiba aku teringat si Doni yang tadi siang
telah membajakku. Kuhubungi HP-nya sambil
berharap dia bersedia melanjutkan acara tadi siang
sekalian menuntaskan nafsuku yang tidak
tersalurkan saat menemani Pak Bambang tadi, 2
babak tanpa orgasme tentu siksaan tersendiri yang
susah untuk dibawa tidur dalam keadaan birahi
tinggi, meskipun itu sudah sering sekali terjadi.
"Don, kita lanjutkan yang tadi siang yuk" ajakku
langsung.
"Kenapa?, si tua itu nggak bisa muasin kamu ya"
ejeknya.
"Udah jangan cerewet, mau nggak?".
"Sorry aku nggak bisa sayang, aku udah mau
pulang nih, nggak tahu temenku kayaknya mau
deh".
Agak kecewa juga aku mendengar ketidakbisaannya
itu, apalagi melihat temannya yang kelihatannya
masih lugu banget, mana bisa muasin aku.
"Oke dia mau asal nggak buru buru" lanjutnya
kemudian.
"Terserah deh sampai pagi juga boleh" tantangku
kepalang tanggung.
Aku yang masih tergantung birahi tinggi langsung
saja menyetujuinya dan turun dari mobil kembali ke
hotel menuju kamar tempat Doni membajakku tadi.
Sesampai di kamar, Doni yang sudah bersiap
pulang, mencium pipiku.
"Kamu temanin dia malam ini, jangan bikin kecewa,
jangan lupa mandi dulu biar bersih!!" pesannya
sebelum meninggalkan kami.
"Beress Boss" godaku.
"Jangan lupa nanti uangnya kasih ke dia, itu sampai
besok pagi" teriak Done ke temannya sebelum
menutup pintu.
Sepeninggal Doni kami menjadi canggung, ternyata
temannya itu tidak terlalu suka bicara seperti Doni,
aku harus bisa membuat suasana akrab. Beberapa
pertanyaan hanya di jawab dengan pendek, terlihat
dia cukup nervous hanya berduaan di kamar.
"Aku belum pernah selain sama pacarku" akhirnya
dia berterus terang.
"Itupun baru beberapa kali" lanjutnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu terkejut melihat dia
begitu canggung ketika kudekati.
"Masih mau terus nggak, aku nggak mau kamu
terpaksa melakukannya, ntar kecewa dan Doni
marah" kucoba bersikap netral.
Dia diam saja, begitu juga ketika kutumpangkan
tanganku ke pahanya, tidak ada reaksi, tapi dia juga
tidak menolak ketika kucium dan kuelus
selangkangannya beberapa saat kemudian. Terus
terang, inilah pertama kali aku melayani tamu selugu
dia, kalau pengakuannya benar. Dan aku belum
punya kiat khusus menghadapinya, semua tamuku
selama ini adalah para jawara dan expert dalam
perselingkuhan dan permainan sex, jadi tak perlu
lagi memandu, semua berjalan secara otomatis.
Sepuluh menit terbuang sia sia, dia masih belum
memberikan respon positif atau dia belum berani
menyentuhku meskiupun selangkangannya sudah
keras kuremas remas dari luar.
"Aku mandi dulu ya, mau ikut nggak" teringat aku
pesan Doni tadi sekalian ingin memancingnya lebih
jauh, dia hanya diam tanpa jawaban ketika aku
beranjak dari sisinya menuju kamar mandi.
"Koh, sini tolong lepasin ini dong" aku teriak dari
kamar mandi memancingnya untuk membantu
membuka kaitan bra.
Kulihat tangannya agak gemetar saat membuka
kaitan bra, apalagi kaitan yang ada didepan itu
memang nyangkut. Keringat dingin membasahi
dahinya. Kuusap dengan mesra. Begitu kaitan bra
terlepas, terpampanglah keindahan bukit di baliknya,
entah setan darimana tiba tiba muncul
keberaniannya atau nafsu yang sudah tak tertahan
lagi. Diremasnya kedua buah dadaku dan langsung
dikulumnnya putingku dengan penuh nafsu dan
ganas, aku kaget akan serangannya yang tak
terduga. Bersamaan dengan itu tangannya
menggesek gesek selangkanganku yang masih
tertutup celana dalam mini yang hanya menutupi
bagian segitiga di depan.
"Kita mandi dulu yuk" bujukku sambil mendesah
tapi dia tak menghiraukan ajakanku malah makin
memperkuat sedotannya.
Maka akupun membalas dengan melucuti
pakaiannya menyisakan hanya celana dalam, dari
remasan tadi aku perkirakan penisnya lebih besar
dari Doni dan kelihatannya dugaanku benar. Aku
merosot turun berlutut didepannya, saat kutarik
celana dalamnya sejenak kutertegun, dugaanku
ternyata salah, penisnya tidak lebih besar dari Doni
tapi jauh lebih panjang, mungkin 17 cm, suatu
ukuran yang jarang dimiliki seorang Chinese, paling
tidak itu dari pengalamanku selama ini.
"Kenapa? Kecil ya?" katanya melihat ketertegunanku.
"Bukan kurang besar tapi terlalu panjang" godaku
sambil mengocoknya, penis itu terlihat indah
dengan warna kemerahan belum disunat, segera
kujilati dengan gemas, dia mulai mendesis sambil
meremas rambutku.
Pantatnya mulai ikutan bergoyang ketika
kumasukkan ke mulutku, goyangannya mengocok
penis itu di mulut, desahannya makin keras.
"Uff, kita kedalam aja" ajaknya
Dia menelentangkanku di ranjang dan langsung
menggumuli tubuhku, melumat bibirku, menjilati
leherku, mengulum rakus buah dada dan putingku,
aku mendesah menggelinjang geli dan nikmat.
"Gantian" bisikku setelah beberapa lama merasakan
cumbuan ganas darinya, kudorong dia telentang
disampingku.
Segera kulahap penisnya yang panjang, hanya
separuh yang bisa masuk, kepalaku turun naik
diselangkangannya. Kunaikkan kakinya lalu kujilati
kantong bola hingga ke lubang anus, dia menjerit
keras tak menyangka kuperlakukan seperti ini,
semakin dia menjerit semakin aku bergairah.
"Udah udah aahh" desahnya, mungkin sudah tak
tahan lebih lama lagi.
Aku tersenyum, telentang disampingnya. Dia
mencium bibirku dan mengatur posisinya di antara
kakiku, penisnya disapukan ke bibir vaginaku dan
mendorongnya pelan pelan memasuki celah sempit
kenikmatan. Penis keempat yang mengisi vaginaku
di hari ini. Terasa begitu lama perjalanan sebelum
semua tertanam, rahimku serasa ditusuk keras, aku
menggeliat. Dengan halus dia mengocokku,
berlawanan dengan cumbuan ganasnya tadi,
ditatapnya tajam mataku seakan ingin melihat
seberapa nikmat yang kualami. Kubalas tatapannya,
baru kusadari kalau dia masih begitu muda, paling
belum 25 tahun, atau mungkin malah masih kuliah,
suatu perbedaan mencolok dibandingkan dengan
Pak Bambang yang seusia Papaku.
Meski tidak terlalu ganteng tapi dengan wajahnya
yang putih bersih layaknya chinesse, tak segan aku
memandangnya apalagi semburat semu merah
menghiasi wajah penuh birahi itu. Dia masih
mengocokku dengan irama tetap, kami masih
beradu pandang, kalung emasnya sering berayun
mengenai mukaku. Tubuhya kurarik dalam
dekapanku, dan kamipun saling beradu bibir dan
lidah. Kocokannya serasa menyodok rahimku,
terasa sedikit nyeri tapi banyak nikmat.
Namun sayang, tak lebih 5 menit tubuhnya sudah
mengejang pertanda orgasme, padahal aku baru
mulai mendaki menuju puncak, sedetik kemudian
denyutan kuat menghantam vagina dan rahimku,
aku teriak kaget karena tak menyangka semprotan
spermanya begitu kuat dan banyak, cairan hangat
serasa membanjir di celah celah liang kenikmatanku.
Dia langsung mencabut penisnya begitu
denyutannya habis, beranjak menuju kamar mandi.
Tapi aku mencegahnya, aku tahu dia ingin segera
membersihkan penisnya, kuraih dan kumasukkan
ke mulutku penis basah yang sudah mulai lemas,
tak kuhiraukan jeritan protesnya karena kutahu dia
pasti tak keberatan, entah kenapa ada keinginan
untuk melakukan yang aku yakin belum pernah
diberikan pacarnya atau apa yang belum dialaminya.
"Sekarang boleh kamu cuci" kataku setelah menjilat
habis sperma yang ada, tapi dia nggak jadi ke kamar
mandi.
"Nggak usah, udah bersih kok" katanya sambil
tersenyum puas menatapku.
Kami istirahat cukup lama sambil makan malam di
kamar, dia tak pernah mengijinkanku mengenakan
penutup tubuh, bahkan handuk yang menutupiku
setelah mandi dilepasnya.
"Body kamu bagus" katanya saat kami makan,
masih telanjang.
"Tapi tak sebagus pacarmu yang masih mahasiswa
itu kan" godaku asal teMbak aja.
"Rupanya Doni banyak cerita ya".
Lebih satu jam kami bersantai, suasana tidak sekaku
tadi, bahkan dia menunjukkan foto pacarnya, pretty
chinesse girl.
"Tapi tidak se-sexy dan sepintar kamu"
komentarnya saat aku memuji kecantikannya.
Saatnya untuk mulai lagi, babak kedua kami lakukan
di sofa, ternyata dia mengaku belum pernah
melakukan selain di ranjang, aku bertekad memberi
yang belum pernah dia rasakan. Penisnya benar
benar menggelitik rahimku ketika aku bergoyang di
pangkuannya, serasa begitu panjang seakan tembus
hingga dada, tak kupedulikan rasa nyeri yang timbul
karena rasa nikmatnya jauh melebihi rasa sakit itu.
Kali ini dia bertahan lebih lama, kami berganti posisi,
aku duduk di sofa menerima kocokannya, kami
saling berhadapan hingga dia bisa bebas menciumi
bibir dan leherku.
Mungkin karena sering melihat BF, kini kreatifitasnya
timbul, dia mulai berani meminta posisi yang dia
mau. Justru aku semakin bergairah melayani
improvisasinya, orgasme pertama kuraih saat dia
mengocokku dari belakang, masih di sofa, dan
kudapatkan kembali hanya berselang beberapa
menit ketika dia mengocokku saat aku telentang di
meja, ini semua hasil improvisasinya. Lebih 25
menit permainan babak kedua sebelum dia
menyudahi dengan denyutan hangat beberapa detik
setelah orgasme keduaku. Akupun terkulai lemas
dalam kelelahan yang hebat, tamuku terakhir ini
ternyata bisa memenuhi kehausanku seharian,
bahkan melebihi harapan, berat rasanya
mengangkat tubuh yang masih tergolek di atas
meja.
Malam itu dia benar benar mewujudkan semua
fantasi terpendamnya selama ini, tanpa
memperhatikan rasa capekku dia mencumbuku
semalaman, seakan tak ada hari esok. Tak perduli
apakah aku sudah tertidur atau masih bangu, begitu
dia terbangun dari tidurnya langsung menindihku
dan mengocoknya dan kalau aku masih malas
diapun melakukannya dengan posisi miring. Semua
kulayani tanpa protes karena pada dasarnya aku
juga menikmatinya, hingga kami benar benar
tertidur. Aku tak bisa menghitung lagi berapa babak
permainan di malam itu, dia seperti kuda liar yang
lepas dari kandang dan bertemu kuda betina,
ditambah stamina darah muda yang prima
membuat malam menjadi semakin panjang.
Aku pulang pukul 10 pagi setelah Doni datang
menjemput temannya untuk melanjutkan kulakan
ke Tanggulangin. Sesampai di tempat kost barulah
kurasakan nyeri yang hebat di vaginaku, luka saat
melayani Pak Napit semakin lebar dengan perlakuan
tamuku sepanjang malam (sampai saat itu aku tidak
tahu siapa namanya, karena memang tidak
dikenalkan dan kami terlalu bernafsu hingga tak
sempat saling menanyakan nama, bagiku itu sudah
sering terjadi).
Sejak kejadian dengan para golfer tersebut, aku
sering dijadikan piala bergilir di antara mereka, meski
anggotanya tidak sama tapi permainannya hampir
sama. Baru kutahu ternyata komunitas para golfer
berperilaku seperti itu banyak di Surabaya dan aku
menjadi salah satu favorit piala itu. Karena booking-
an seperti itu uangnya besar dan hampir semuanya
puas dengan pelayananku, maka GM memberiku
hadiah satu set perangkat Golf "Mizuno" dan
membiayaiku untuk kursus Golf. "Pasarnya
menjanjikan" katanya. Hingga cerita ini dibuat tak
pernah sekalipun aku turun ke lapangan
menggunakannya, meskipun permainan Piala
Bergilir masih sering kuterima.


Adult | GO HOME | Exit
1/1576
U-ON

inc Powered by Xtgem.com